Monthly Archives: November 2015

Mengenal Jenis Pepohonan di UGM

Dosen : Atus Syahbudin, P.hD

Pada postingan kali ini, saya akan membagikan perasaan saya setelah mengenali jenis pepohonan di UGM. Yaa, sebenarnya belum pas dikatakan mengenali karena actually baru 65 pohon + 4 pohon (jadinya 69 pohon) yang kami kenali.

Nah, bagaimana cara kami mengenal pohon-pohon itu? Praktikum lapanganlah yang mengajarkan pada kami.

  1. Berangkat praktikum.

Praktikum dilaksanakan di hari Sabtu-Minggu (so sad, right?) karena waktunya longgar untuk mengenali lebih dalam tentang mereka, meskipun menyita weekend (disitu saya sedih). Apa saja yang dibawa? Co ass kami, menginstruksikan agar kami membawa tally sheet (lembar pengamatan yang dipersiapkan untuk 60 jenis pohon, berisi parameter yang akan kami amati), alat tulis, air minum (banyak, karena cukup exhausted mengingat cuaca puanas), makan siang, snack, jas hujan/paying, daaan yang terpenting adalaaah semangat!

  1. Pengamatan lapangan

Oh iya kami disini dibantu sama co assistant praktikum sesuai dengan pada saat di kelas, kelompok kami sama Mas Andi. Master ko as Fito kami menyebutnya, karena beliau adalah koordinator seluruh asisten praktikum fito. Sama Mas Andi, tidak ada pertanyaan yang tidak terjawab, dan itu semua di luar kepala. Ckck. Lokasi pengamatannya adalah di kampus UGM sebelah timur Jakal. Terbayang kan betapa luasnya? Tapi kami semangat!

Pengamatan diawali dengan mengamati ciri lapangan dari pohon, mulai dari bentuk tajuk, kerapatan tajuk, percabangan, warna kulit luar, tipe batang, getah, dan ciri lain yang dapat diamati dari jauh.

Lebih lanjut lagi, kami mengamati perakaran, daun, stipula, bunga, buah, biji. Secara umum parameter yang diamati adalah sebagai berikut:

  1. Nama lokal, dan nama ilmiah
  2. Ciri lapangan
  3. Bentuk tajuk
  4. Kerapatan tajuk
  5. Batang
  6. Bentuk batang
  7. Kelurusan batang
  8. Tipe batang
  9. Warna kulit luar
  10. Warna kulit dalam
  11. Tebal kulit
  12. Permukaan kulit
  13. Pola mengelupas pada kulit
  14. Ada tidaknya lentisel pada kulit
  15. Percabangan
  16. Warna daun muda
  17. Akar
  18. Perakaran
  19. Ada tidaknya banir
  20. Bentuk banir
  21. Daun:
  22. Tipe daun
  23. Duduk daun
  24. Bentuk daun
  25. Pangkal daun
  26. Tepi daun
  27. Ujung daun
  28. Pertulangan daun (tulang daun primer, tulang daun sekunder, tulang daun tersier)
  29. Permukaan daun
  30. Permukaan bawah daun
  31. Tebal daun
  32. Warna permukaan daun
  33. Warna bawah daun
  34. Ciri khas pada daun, misalnya tulang daun primer tidak di tengah, daun muda berwarna merah, ada tidaknya domatia dan susunannya pada daun tunggal, ada tidaknya sayap antarsirip pada daun majemuk
  35. Stipula
  36. Ada/tidaknya
  37. Jenis stipula
  38. Bentuk stipula
  39. Ukuran stipula
  40. Bunga:
  41. Tipe bunga
  42. Jenis karangan bunga jika majemuk
  43. Letak bunga atau karangan bunga
  44. Simetri bunga
  45. Ada tidaknya brachtea dan brachteola, serta bentuknya
  46. Warna benang sari
  47. Berumah satu atau dua
  48. Rumus bunga
  49. Bila gymnospermae, apa bentuk organ generatifnya, 1 sisik berapa biji
  50. Buah:
  51. Tipe buah
  52. Bentuk buah
  53. Ada tidaknya plasenta buah, dan warnanya
  54. Ukuran buah
  55. Jumlah kampuh
  56. Biji:
  57. Jumlah biji
  58. Bentuk biji
  59. Ukuran biji
  60. Keadaan bulu
  61. Warna kulit biji
  62. Sayap pada biji
  63. Bila ada, jumlah sayap panjang dan sayap pendek berapa, jumlah urat pada sayap panjang berapa
  64. Getah:
  65. Ada tidaknya getah dan warnanya

Dari parameter-parameter tersebut, setiap pohon mempunyai ciri khas yang membedakannya dengan pohon lain. Misalnya sengon buto memiliki bentuk buah polong yang melingkar seperti daun telinga, dan memiliki warna yang cantik pada bijinya. Ciri khas seperti inilah yang akan membuat kita mudah mengingatnya, terutama mengingat nama ilmiahnya. Co ass pasti menjelaskan bagian yang khas dari suatu tanaman, maka ingat-ingatlah hal itu. Coba kait-kaitkan dengan sesuatu yang ada di otak kita, untuk memudahkan proses memorizing. Selain itu, mengingat-ingat lokasi pengamatan juga salah satu tips yang manjur untuk mengingat pohon yang diamati. Karenaa, 65 pohon bukan jumlah yang sedikit lho untuk newbie seperti kami? Hal ini juga merupakan tantangan besar bagi kami untuk menjalani responsi. Semangaat!

Karena parameter yang diamati banyak, kami membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk masing-masing pohon (termasuk moving). Tapi itu ga kerasa, karena untungnya saya dapat kelompok yang seru.

  1. Pengumpulan data

Setelah selesai pengamatan, tally sheet diserahkan kepada co ass untuk dikoreksi. Selanjutnya data diakumulasi ke dalam form yang sudah disiapkan oleh co ass.

Seperti ini contoh form yang sudah kelompok kami isi. download

  1. Apa sih tujuan pengumpulan data ini?

Nahh, hal ini berkaitan dengan tugas selanjutnya yaitu kunci determinasi. Yeay. Pernah dapat cerita dari kakak tingkat bahwa kunci determinasi ini emm, momok dari praktikum fito. Kelompok kami yang beranggotakan 12 orang dibagi menjadi 4 kelompok kecil. Saya bareng sama Novita, sama Sitor. Mereka kerjasamanya bagus guys, dan bisa diandalkan. Well, everything’s well done. Saya kebagian kunci determinasinya, dan mereka berdua matriksnya. Karena jujur saya ga bisa rapih untuk mengerjakan sesuatu seperti matriks. Bagian mana yang disebut momok juga saya bingung.

Contoh kunci determinasi yang kami buat bisa di download disini.

Oke tiba di penghujung artikel guys. Semoga artikel ini bermanfaat, dan kami sangat menerima masukan yang konstruktif. Selamat mengenal pohon di UGM 🙂

TUGAS FITOGEOGRAFI POHON FLORA HUTAN PANTAI & HUTAN MANGROVE

Tugas Fitogeografi Pohon Flora Hutan Pantai dan Hutan Mangrove

Dosen : Atus Syahbudin, P.HD (http://atus.staff.ugm.ac.id/)

Pertemuan IX, 12 November 2015

 

Bingung juga ketika diinstruksikan untuk menemukan ciri khas dari flora hutan pantai dan hutan mangrove :3 Mengapa ? Karena jujur saya belum pernah berkunjung ke pantai di bagian kaya gininya hehe. ((lha teruss)) Apalagi membandingkan sampai menemukan ciri khasnya.

Well, saya berusaha memahamkan diri dan mengenal ciri khas flora hutan pantai dan hutan mangrove dari beberapa sumber. Hasilnya saya rangkum sebagai berikut.

Oh iya, kebingungan kedua nih. Mau ngepost sesuai permintaan tugas atau selengkapnya tentang hutan mangrove dan hutan pantai ya? Hmm karena saya juga ingin belajar tentang hutannya, saya post juga deh sedikit cuplikan tentang hutan pantai dan hutan mangrove.

 

HUTAN PANTAI

Ekosistem ini dijumpai pada daerah kering tepi pantai dengan kondisi tanah berpasit atau berbatu dan berada pada garis pasang tertinggi. Ekosistem hutan pantai berbeda dengan ekosistem hutan payau. Ekosistem ini sangat jarang tergenang air laut, akan tetapi sering terjadi angin kencang dengan embusan garam (Arief, 1994).

Pada ekosistem hutan pantai ini tumbuh beberap spesies pohon seperti Barringtonia speciosaTerminalia catappaCalophyllum inophyllumHibiscus tiliaceusThespesia populneaCasunarina equisetifolia, dan Pisonia grandis (Santoso, 1996). Selain spesies diatas, pada ekosistem hutan pantai dapat juga ditemukan spesies pohon Hernandia peltataManilkara kauki dan Sterculia foetida (Arief, 1994).

Ekosistem hutan pantai terbagi atas dua formasi yang dilihat dari perkembangan vegetasi yang ada di daerah pantai (litoral) (Irwan, 1992). Berikut penjelasan tentang formasi dalam ekosistem hutan pantai:

  1. Formasi Pescaprae

Formasi ini terdapat pada tumpukan tumpukan pasir yang mengalami proses peninggian di sepanjang pantai, dan hampir terdapat di seluruh pantai Indonesia. Komposisi spesies tumbuhan pada formasi pescaprae di mana saja hampir sama karena spesies tumbuhannya di dominasi oleh Ipomoea pescaprae (kaki kambing) salah satu spesies tumbuhan menjalar, herba rendah yang akarnya mampu mengikat pasir. Sebetulnya nama formasi pescaprae diambil dari nama spesies tumbuhan yang dominan itu. Akan tetapi, ada spesies-spesies tumbuhan lainnya yang umumnya terdapat pada formasi pescaprae antara lain Cyperus penduculatus, Cyperus stoloniferusThuarea linvolutaSpinifex littoralisVitex trifolia, Ishaemum muticumEuphorbia atotoLaunaca sarmontasa, Fimbrstylis sericeaCanavalia abtusiofoliaTriumfetta repens, Vigna marinaIpomoea carnosaIpomoea denticulata, dan Ipomoea littoralis.

Semua tentang morfologi saya anggap sebagai ciri khas disini karena membedakannya dengan flora yang lain.

  1. Ipomoea pescaprae
Deskripsi : Herba tahunan dengan akar yang tebal. Batang panjangnya 5-30 m dan menjalar, akar tumbuh pada ruas batang. Batang berbentuk bulat, basah dan berwarna hijau kecoklatan.
Daun : Tunggal, tebal, licin dan mengkilat. Unit & Letak: sederhana dan bersilangan. Bentuk: bulat telur seperti tapak kuda. Ujung: membundar membelah (bertakik). Ukuran: 3-10 x 3-10,5 cm.
Bunga : Berwarna merah muda – ungu dan agak gelap di bagian pangkal bunga. Bunga membuka penuh sebelum tengah hari, lalu menguncup setelah lewat tengah hari. Letak bunga: di ketiak daun pada gagang yang panjangnya 3-16 cm. Formasi: soliter. Daun mahkota: berbentuk seperti terompet/corong, panjang 3-5 cm, diameter pada saat membuka penuh sekitar 10 cm.
Buah : Berbentuk kapsul bundar hingga agak datar dengan empat biji berwarna hitam dan berambut rapat. Ukuran: buah 12-17 mm, biji 6-10 mm.
Ekologi : Tumbuh liar mulai permukaan laut hingga 600 m, biasanya di pantai berpasir, tetapi juga tepat pada garis pantai, serta kadang-kadang pada saluran air.
Penyebaran : Pan-tropis.
Kelimpahan :
Manfaat : Bijinya dilaporkan sebagai obat yang baik untuk sakit perut dan kram. Daunnya untuk obat reumatik/nyeri persendian/pegal-pegal, wasir dan korengan, sedangkan akarnya sebagai obat sakit gigi dan eksim. Cairan dari batangnya digunakan untuk mengobati gigitan dan sengatan binatang. Wanita hamil dilarang memakai tanaman obat ini.
Catatan : Dua anak jenis dikenali oleh beberapa penulis, yaitu I. pes-caprae ssp. pescaprae yang memiliki cuping daun yang dalam, dan I. pes-caprae ssp. brasiliensis yang memiliki takik pada ujung daun. Keduanya terdapat di Indonesia, meskipun anak jenis yang terakhir hanya diketahui dari Sumatera Barat dan Pulau Krakatau.

 

  1. Formasi Barringtonia

Formasi ini terdapat di atas formasi pescaprae, yaitu pada daerah ini adalah spesies pohon khas hutan pantai.

Disebut formasi barringtonia karena spesies tumbuhan yang dominan di daerah ini adalah spesies pohon Barringtonia asiatica. Sesungguhnya yang dimaksud ekosistem hutan pantai adalah formasi Barringtonia.

  1. Barringtonia asiatica
Deskripsi : Pohon berukuran kecil hingga sedang dengan ketinggian 7-20 (-30) m dan diameter 25-100 cm. Mahkota pohon berdaun besar dan rimbun. Kulit kayu abu-abu agak merah muda dan halus. Ranting tebal.
Daun : Berwarna hijau tua, agak tebal, berkulit dan urat daun nampak jelas. Ketika masih muda daun berwarna agak merah muda, ketika tua berwarna kuning atau merah muda pucat. Unit & Letak: sederhana dan bersilangan. Bentuk: bulat telur terbalik. Ujung: agak membundar, tumpul. Ukuran: 15-45 x 9-20 cm.
Bunga : Menggantung, berukuran sangat besar, diameternya sampai 10 cm dan harum. Formasi: bergerombol, menggantung seperti payung. Daun mahkota: 4, putih dan kuning. Kelopak bunga: berwarna putih kehijauan. Benangsari: banyak dan panjang, warnanya merah di bagian ujung dan putih di dekat pangkal.
Buah : Besar, permukaan halus dan berbentuk tetrahedral/piramid seperti buah delima. Buah berwarna hijau (kadang tersamar oleh warna daunnya) lalu berubah menjadi cokelat. Berisi satu biji berukuran besar. Ukuran: diameter buah 10- 15 cm.
Ekologi : Tumbuh di hutan pantai, pantai dan pantai berkarang, kadang-kadang di mangrove. Tumbuh sama baiknya di daratan. Buah sering terlihat mengapung sepanjang pantai. Mereka mengapung dan dapat tumbuh setelah menempuh perjalanan yang jauh. Bunga terbuka setelah matahari tenggelam dan rontok menjelang pagi, sehingga hanya terbuka satu malam saja. Penyerbukan kemungkinan dilakukan oleh ngengat besar.
Penyebaran : Tumbuh dari Madagaskar hingga Pasifik Barat. Tercatat di seluruh Indonesia, termasuk Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Sunda Kecil dan Maluku.
Kelimpahan :
Manfaat : Kadang-kadang ditanam sebagai tanaman hias. Pohon dan bijinya mengandung saponin yang dapat digunakan sebagai racun ikan. Biji yang digunakan sebagai racun ikan seringkali dicampur dengan tuba (Derris – rotenon). Minyak yang berwarna kemerahan dapat diperoleh dengan memanaskan dan memeras bijinya. Di Jawa, cairan yang diperoleh dari bijinya dapat digunakan sebagai perekat dalam pembuatan payung , serta untuk membunuh ekto-parasit, seperti lintah.
Catatan : Jenis ini seringkali dikelirukan dengan Terminalia catappa atau Fagraea crenulata. Meskipun demikian, B.asiatica memiliki daun yang lebih berdaging, lebih mengkilat dan ujung yang lebih runcing dibandingkan dengan T.catappa. F. crenulata memiliki daun yang tumbuh berpasangan serta memiliki duri di sepanjang batangnya.

 

  1. Calophyllum inophyllum
Deskripsi : Pohon berwarna gelap, berdaun rimbun, ketinggian 10-30 m, biasanya tumbuh agak bengkok, condong atau bahkan sejajar dengan tanah. Memiliki getah lekat berwarna putih atau kuning.
Daun : Memiliki banyak urat dengan posisi lateral paralel dan halus. Bagian atas daun berwarna hijau tua dan mengkilap, bagian bawahnya hijau agak kekuningan. Unit & Letak: sederhana dan berlawanan. Bentuk: elips hingga bulat memanjang, agak mirip dengan daun Rhizopora mucronata (jenis bakau). Ujung: membundar. Ukuran: 10-21,5 x 6-11 cm.
Bunga : Biseksual, tandan bunga panjangnya hingga 15 cm serta memiliki 5-15 bunga per tandan. Letak: di ketiak. Formasi: bergerombol, menggantung seperti payung. Daun mahkota: 4, putih dan kuning, harum, ukuran diameter 2-3 cm. Kelopak bunga: 4, dua dari kelopak bunga berwarna putih. Benangsari: banyak.
Buah : Berbentuk bulat seperti bola pingpong kecil, memiliki tempurung kuat dan di dalamnya terdapat 1 biji. Ukuran: diameter buah 2,5-4 cm.
Ekologi : Tumbuh pada habitat bukan rawa dan pantai berpasir, hingga ketinggian 200 m. Kadang-kadang tumbuh pada lokasi mangrove, biasanya pada habitat transisi. Tercatat di Sumatera di sepanjang Danau Singkarak pada ketinggian 386 m. Perbungaan nampaknya terjadi terus menerus sepanjang tahun, dengan satu atau lebih saat puncaknya. Penyerbukan hampir pasti dilakukan oleh serangga. Buah disebarkan melalui arus laut, atau oleh kelelawar yang memakan bagian luar buah yang berdaging.
Penyebaran : Dari Afrika Timur hingga Polinesia, dan dimasukan ke Pasifik. Kemungkinan terdapat di seluruh Indonesia, tercatat di Sumatera, Bali, Jawa, Kalimantan dan Irian Jaya.
Kelimpahan :
Manfaat : Buah mudanya digarami untuk makanan. Dapat digunakan sebagai bahan pewarna, minyak, kayu dan obat-obatan. Di Bali, buahnya yang sudah tua dipakai bermain oleh anak-anak sebagai kelereng atau bola pingpong kecil. Di Australia, Malaysia dan Indonesia (Bali) sering ditanam sebagai pohon peneduh.
Catatan :
  1. Terminalia catappa
Deskripsi : Pohon meluruh dengan ketinggian 10-35 m. Cabang muda tebal dan ditutupi dengan rapat oleh rambut yang kemudian akan rontok. Mahkota pohon berlapis secara horizontal, suatu kondisi yang terutama terlihat jelas pada pohon yang masih muda.
Daun : Sangat lebar, umumnya memiliki 6-9 pasang urat yang jaraknya berjauhan, dengan sebuah kelenjar terletak pada salah satu bagian dasar dari urat tengah. Daun berubah menjadi merah muda atau merah beberapa saat sebelum rontok, sehingga kanopi pohon tampak berwarna merah. Unit & Letak: s e d e r h a n a dan bersilangan. Bentuk: bulat telur terbalik. Ujung: membundar. Ukuran: 8- 25 x 5-14 cm (kadang panjangnya sampai 30 cm).
Bunga : Tandan bunga (panjangnya 8-16 cm) ditutupi oleh rambut yang halus. Bunga berwarna putih atau hijau pucat dan tidak bergagang. Sebagian besar dari bunga merupakan bunga jantan, dengan atau tanpa tangkai putik yang pendek. Letak: di ketiak daun. Formasi: bulir. Kelopak bunga: halus di bagian dalam.
Buah : Penampilan seperti buah almond. Bersabut dan cangkangnya sangat keras. Ukuran 5-7 cm x 4×5,5 cm. Kulit buah berwarna hijau hingga hijau kekuningan (mengkilat) di bagian tengahnya, kemudian berubah menjadi merah tua.
Ekologi : Sebarannya sangat luas. Tumbuh di pantai berpasir atau berkarang dan bagian tepi daratan dari mangrove hingga jauh ke darat. Penyebaran buah dilakukan melalui air atau oleh kelelawar pemakan buah. Pohon menggugurkan daunnya (ketika warnanya berubah merah) sekali waktu, biasanya dua kali setahun (di Jawa pada bulan Januari atau Februari dan Juli atau Agustus).
Penyebaran : Di seluruh Indonesia, tetapi agak jarang di Sumatera dan Kalimantan. Tumbuh di bagian tropis Asia, Australia Utara dan Polinesia.
Kelimpahan :
Manfaat : Sering ditanam sebagai pohon peneduh jalanan. Kayu berwarna merah dan memiliki kualitas yang baik, digunakan sebagai bahan bangunan dan pembuatan perahu. Biji buahnya dapat dimakan dan mengandung minyak yang berlemak dan bening. Tanin digunakan untuk mengatasi disentri serta untuk penyamakan kulit. Daun kerap digunakan untuk mengobati reumatik.
Catatan :
  1. Pandanus odoratissima
Deskripsi : Pohon dapat mencapai ketinggian hingga 6 m.
Daun : Berduri pada sisi daun dan ujungnya tajam. Panjang antara 0,5 – 2,0 meter.
Bunga : Letak: di ujung. Benangsari: banyak. Formasi: payung.
Buah : Seperti buah nenas dan ketika matang warnanya merah.
Ekologi : Tumbuh pada habitat dengan substrat berpasir di depan garis pantai, terkena pasang surut hingga agak ke belakang garis pantai.
Penyebaran : Diduga terdapat di seluruh Indonesia.
Kelimpahan :
Manfaat : Sebagai tanaman hias dan tanaman pagar.
Catatan :
  1. Pandanus tectorius
Deskripsi : Pohon dapat mencapai ketinggian hingga 6 m.
Daun : Berduri pada sisi daun dan ujungnya tajam. Panjang antara 0,5 – 2,0 meter
Bunga : Warna merah-ungu. Letak: di ujung. Benangsari: banyak. Formasi: payung.
Buah : Seperti buah nenas dan ketika matang warnanya kuning jeruk.
Ekologi : Tumbuh pada habitat dengan substrat berpasir di depan garis pantai, terkena pasang surut hingga agak ke belakang garis pantai.
Penyebaran : Diduga terdapat di seluruh Indonesia.
Kelimpahan :
Manfaat : Dapat sebagai tanaman pagar. Bunganya dimanfaatkan untuk wangi-wangian dan hiasan pada acara pernikahan.
Catatan :

 

HUTAN MANGROVE

WWF Indonesia menyebutkan bahwa secara umum hutan bakau atau mangrove mempunyai definisi sebagai hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak di garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut tepatnya di daerah pantai dan sekitar muara sungai, sehingga tumbuhan yang hidup di hutan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut.

Zonasi di ekosistem mangrove (www.sahabatbakau.com)

Berikut merupakan beberapa manfaat dan peranan Hutan Mangrove menurut WWF Indonesia : mencegah intrusi air laut, mencegah erosi dan abrasi pantai, sebagai pencegah dan penyaring alami, sebagai tempat hidup dan sumber makanan bagi beberapa jenis satwa, berperan dalam pembentukan pulau dan menstabilkan daerah pesisir.

Wetlands Indonesia menambahkan beberapa manfaat yang lain seperti melindungi pemukinan penduduk dari terpaan badai dan angina dari laut, menghasilkan bahan-bahan alami yang bernilai ekonomis, memiliki potensi edukasi dan wisata, dan mitigasi perubahan iklim melalui penyerapan CO2 dari udara.

  1. Api api (Avicennia officinalis)
Deskripsi : Pohon, biasanya memiliki ketinggian sampai 12 m, bahkan kadang-kadang sampai 20 m. Pada umumnya memiliki akar tunjang dan akar nafas yang tipis, berbentuk jari dan ditutupi oleh sejumlah lentisel. Kulit kayu bagian luar memiliki permukaan yang halus berwarna hijau-keabu-abuan sampai abu-abu-kecoklatan serta memiliki lentisel.
Daun : Berwarna hijau tua pada permukaan atas dan hijau-kekuningan atau abu-abukehijauan di bagian bawah. Permukaan atas daun ditutupi oleh sejumlah bintikbintik kelenjar berbentuk cekung. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: bulat telur terbalik, bulat memanjang-bulat telur terbalik atau elipsbulat memanjang. Ujung: membundar, menyempit ke arah gagang. Ukuran: 12,5 x 6 cm.
Bunga : Susunan seperti trisula dengan bunga bergerombol muncul di ujung tandan, bau menyengat. Daun mahkota bunga terbuka tidak beraturan, semakin tua warnanya semakin hitam, seringkali tertutup oleh rambut halus dan pendek pada kedua permukaannya. Letak: di ujung atau ketiak tangkai/tandan bunga. Formasi: bulir (2-10 bunga per tandan). Daun Mahkota: 4; kuning-jingga, 10- 15 mm. Kelopak Bunga: 5. Benang sari: 4; lebih panjang dari daun mahkota bunga.
Buah : Bentuk seperti hati, ujungnya berparuh pendek, warna kuning kehijauan. Permukaan buah agak keriput dan ditutupi rapat oleh rambut-rambaut halus yang pendek. Ukuran: Sekitar 2×3 cm.
Ekologi : Tumbuh di bagian pinggir daratan rawa mangrove, khususnya di sepanjang sungai yang dipengaruhi pasang surut dan mulut sungai. Berbunga sepanjang tahun.
Penyebaran : Tersebar di seluruh Indonesia. Juga tersebar dari India selatan sampai Malaysia dan Indonesia hingga PNG dan Australia timur.
Kelimpahan :
Manfaat : Buah dapat dimakan. Kayunya dapat digunakan sebagai kayu bakar. Getah kayu dapat digunakan sebagai bahan alat kontrasepsi.
Catatan :
  1. Bakau (Rhizopora apiculata)
Deskripsi : Pohon dengan ketinggian mencapai 30 m dengan diameter batang mencapai 50 cm. Memiliki perakaran yang khas hingga mencapai ketinggian 5 meter, dan kadang-kadang memiliki akar udara yang keluar dari cabang. Kulit kayu berwarna abu-abu tua dan berubah-ubah.
Daun : Berkulit, warna hijau tua dengan hijau muda pada bagian tengah dan kemerahan di bagian bawah. Gagang daun panjangnya 17-35 mm dan warnanya kemerahan. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips menyempit. Ujung: meruncing. Ukuran: 7-19 x 3,5-8 cm.
Bunga : Biseksual, kepala bunga kekuningan yang terletak pada gagang berukuran <14 mm. Letak: Di ketiak daun. Formasi: kelompok (2 bunga per kelompok). Daun mahkota: 4; kuning-putih, tidak ada rambut, panjangnya 9-11 mm. Kelopak bunga: 4; kuning kecoklatan, melengkung. Benang sari: 11-12; tak bertangkai.
Buah : Buah kasar berbentuk bulat memanjang hingga seperti buah pir, warna coklat, panjang 2-3,5 cm, berisi satu biji fertil. Hipokotil silindris, berbintil, berwarna hijau jingga. Leher kotilodon berwarna merah jika sudah matang. Ukuran: Hipokotil panjang 18-38 cm dan diameter 1-2 cm.
Ekologi : Tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam dan tergenang pada saat pasang normal. Tidak menyukai substrat yang lebih keras yang bercampur dengan pasir. Tingkat dominasi dapat mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi. Menyukai perairan pasang surut yang memiliki pengaruh masukan air tawar yang kuat secara permanen. Percabangan akarnya dapat tumbuh secara abnormal karena gangguan kumbang yang menyerang ujung akar. Kepiting dapat juga menghambat pertumbuhan mereka karena mengganggu kulit akar anakan. Tumbuh lambat, tetapi perbungaan terdapat sepanjang tahun.
Penyebaran : Sri Lanka, seluruh Malaysia dan Indonesia hingga Australia Tropis dan Kepulauan Pasifik.
Kelimpahan :
Manfaat : Kayu dimanfaatkan untuk bahan bangunan, kayu bakar dan arang. Kulit kayu berisi hingga 30% tanin (per sen berat kering). Cabang akar dapat digunakan sebagai jangkar dengan diberati batu. Di Jawa acapkali ditanam di pinggiran tambak untuk melindungi pematang. Sering digunakan sebagai tanaman penghijauan.
Catatan :
  1. Tancang (Bruguiera gymnorrhiza)
Deskripsi : Pohon yang selalu hijau dengan ketinggian kadang-kadang mencapai 30 m. Kulit kayu memiliki lentisel, permukaannya halus hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai coklat (warna berubah-ubah). Akarnya seperti papan melebar ke samping di bagian pangkal pohon, juga memiliki sejumlah akar lutut.
Daun : Daun berkulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan pada bagian bawahnya dengan bercak-bercak hitam (ada juga yang tidak). Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips sampai elips-lanset. Ujung: meruncing Ukuran: 4,5-7 x 8,5-22 cm.
Bunga : Bunga bergelantungan dengan panjang tangkai bunga antara 9-25 mm. Letak: di ketiak daun, menggantung. Formasi: soliter. Daun Mahkota: 10-14; putih dan coklat jika tua, panjang 13-16 mm. Kelopak Bunga: 10-14; warna merah muda hingga merah; panjang 30-50.
Buah : Buah melingkar spiral, bundar melintang, panjang 2-2,5 cm. Hipokotil lurus, tumpul dan berwarna hijau tua keunguan. Ukuran: Hipokotil: panjang 12-30 cm dan diameter 1,5-2 cm.
Ekologi : Merupakan jenis yang dominan pada hutan mangrove yang tinggi dan merupakan ciri dari perkembangan tahap akhir dari hutan pantai, serta tahap awal dalam transisi menjadi tipe vegetasi daratan. Tumbuh di areal dengan salinitas rendah dan kering, serta tanah yang memiliki aerasi yang baik. Jenis ini toleran terhadap daerah terlindung maupun yang mendapat sinar matahari langsung. Mereka juga tumbuh pada tepi daratan dari mangrove, sepanjang tambak serta sungai pasang surut dan payau. Ditemukan di tepi pantai hanya jika terjadi erosi pada lahan di hadapannya. Substrat-nya terdiri dari lumpur, pasir dan kadang-kadang tanah gambut hitam. Kadang-kadang juga ditemukan di pinggir sungai yang kurang terpengaruh air laut, hal tersebut dimungkinkan karena buahnya terbawa arus air atau gelombang pasang. Regenerasinya seringkali hanya dalam jumlah terbatas. Bunga dan buah terdapat sepanjang tahun. Bunga relatif besar, memiliki kelopak bunga berwarna kemerahan, tergantung, dan mengundang burung untuk melakukan penyerbukan.
Penyebaran : Dari Afrika Timur dan Madagaskar hingga Sri Lanka, Malaysia dan Indonesia menuju wilayah Pasifik Barat dan Australia Tropis.
Kelimpahan :
Manfaat : Bagian dalam hipokotil dimakan (manisan kandeka), dicampur dengan gula. Kayunya yang berwarna merah digunakan sebagai kayu bakar dan untuk membuat arang.
Catatan :
  1. Banang banang (Xylocarpus rumphii)
Deskripsi : Pohon tingginya dapat mencapai 6 m. Memiliki akar udara tapi tidak jelas. Kulit kayu kasar berwarna coklat dan mengelupas seperti guratan-guratan kecil dan sempit.
Daun : Susunan daun berpasangan (umumnya 3-4 pasang pertangkai) dan ada pula yang menyendiri. Warna hijau tua. Unit & Letak: majemuk & berlawanan. Bentuk: bulat telur-bulat memanjang. Ujung: meruncing. Ukuran: 7 x 12 cm.
Bunga : Terdiri dari dua jenis kelamin atau betina saja. Letak: di ketiak. Formasi: Gerombol acak. Daun mahkota: 4; krem-putih kehijauan. Kelopak bunga: 4 cuping; hijau kekuningan. Benang sari: menyatu membentuk tabung; putih krem.
Buah : Warna hijau, bulat seperti jambu bangkok, permukaan licin berkilauan dan di dalamnya terdapat 4-10 kepingan biji berbentuk tetrahedral. Ukuran: buah: diameter 8 cm (lebih kecil dari X. granatum).
Ekologi : Jenis mangrove sejati. Terdapat di pantai berpasir atau berbatu, di belakang atau sedikit di atas garis pasang tinggi.
Penyebaran : Di Indonesia terdapat di Jawa dan Bali.
Kelimpahan :
Manfaat : Kayu dipakai untuk kayu bakar, membuat rumah dan perahu.
Catatan :
  1. Nyirih (Xylocarpus granatum)
Deskripsi : Pohon dapat mencapai ketinggian 10-20 m. Memiliki akar papan yang melebar ke samping, meliuk-liuk dan membentuk celahan-celahan. Batang seringkali berlubang, khususnya pada pohon yang lebih tua. Kulit kayu berwarna coklat muda-kekuningan, tipis dan mengelupas, sementara pada cabang yang muda, kulit kayu berkeriput.
Daun : Agak tebal, susunan daun berpasangan (umumnya 2 pasang pertangkai) dan ada pula yang menyendiri. Unit & Letak: majemuk & berlawanan. Bentuk: elips – bulat telur terbalik. Ujung: membundar. Ukuran: 4,5 – 17 cm x 2,5 – 9 cm.
Bunga : Bunga terdiri dari dua jenis kelamin atau betina saja. Tandan bunga (panjang 2-7 cm) muncul dari dasar (ketiak) tangkai daun dan tangkai bunga panjangnya 4-8 mm. Letak: di ketiak. Formasi: gerombol acak (8-20 bunga per gerombol). Daun mahkota: 4; lonjong, tepinya bundar, putih kehijauan, panjang 5-7 mm. Kelopak bunga: 4 cuping; kuning muda, panjang 3 mm. Benang sari: berwarna putih krem dan menyatu di dalam tabung.
Buah : Seperti bola (kelapa), berat bisa 1-2 kg, berkulit, warna hijau kecoklatan. Buahnya bergelantungan pada dahan yang dekat permukaan tanah dan agak tersembunyi. Di dalam buah terdapat 6-16 biji besar-besar, berkayu dan berbentuk tetrahedral. Susunan biji di dalam buah membingungkan seperti teka-teki (dalam bahasa Inggris disebut sebagai ‘puzzle fruit’). Buah akan pecah pada saat kering. Ukuran: buah: diameter 10-20 cm.
Ekologi : Tumbuh di sepanjang pinggiran sungai pasang surut, pinggir daratan dari mangrove, dan lingkungan payau lainnya yang tidak terlalu asin. Seringkali tumbuh mengelompok dalam jumlah besar. Individu yang telah tua seringkali ditumbuhi oleh epifit.
Penyebaran : Di Indonesia tumbuh di Jawa, Madura, Bali, Kepulauan Karimun Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Sumba, Irian Jaya.
Kelimpahan :
Manfaat : Kayunya hanya tersedia dalam ukuran kecil, kadang-kadang digunakan sebagai bahan pembuatan perahu. Kulit kayu dikumpulkan karena kandungan taninnya yang tinggi (>24% berat kering).
Catatan :